KOMMA

     Ketika kuliah di Fak Pertanian Univ Andalas Padang, angkatan masuk tahun 1989, saya berkenalan dengan KOMMA.
KOMMA adalah singkatan dari "Kelompok Mahasiswa Mencintai Alam", merupakan kegiatan ekskul group pencinta alam yang berada di lingkungan Fak Pertanian Unand - Padang.
Awal2 masuk kuliah saya hanya melihat2 kakak senior anggota KOMMA yang kelihatan "beda" di banding mahasiswa lain. Kelihatan gagah, mandiri, dan asyik.
Motto dari KOMMA adalah : "ALAM TAKAMBANG JADIKAN GURU"

     Ketertarikan saya bermula ketika saya pertama naik gunung diajak teman satu kamar kost, Yohan Nasril. Akhir 1989 kami mendaki Gunung Singgalang dengan teman2 satu angkatan beliau, angkatan 1988 dan 2 teman angkatan saya Rommy dan Yanti Tiung.
Kalau saya tidak salah ingat, yang berangkat : Saya, Rommy, Yohan Nasril, Acha, dua cewek Rose dan Yanti (Yanti ini masih angkatan saya, yang banyak menolong dan menungguin saat saya kram), dan beberapa teman lain yang saya lupa namanya.

     Saat mendaki pertama itu saya benar2 payah. Di udara malam gunung Singgalang yang dingin, saya terseok2 mendaki, dan beberapa kali mengalami kram betis. Sehingga menghambat perjalanan rekan2 lain karena harus menunggu. Saya benar2 tidak enak hati, namun saya paksakan diri untuk terus mendaki.
Sehingga agak siangan, akhirnya kami sampai di Cadas. Padahal rencananya teman2 mau liat sunset dari cadas. Istirahat sejenak di cadas, pendakian kami teruskan ke puncak, Telaga Dewi.

     Sejak itu, saya bertekad untuk mampu menjelajah alam dan tidak menyusahkan teman2 lain. Tahun 1990 dibuka penerimaan anggota KOMMA berupa PDCA (Pendidikan dasar cinta Alam), sayapun mendaftar dan masuk menjadi anggota KOMMA  dengan nomor anggota 327/KM/90.
PDCA KOMMA memberikan pelatihan : materi ruangan, berupa teori2 dan filosofi serta materi lapangan.
Untuk materi lapangan : Latihan panjat tebing di Bungus dan melakukan perjalanan ekspedisi & survival dari Padang (Bukit Asam - Lubuk Minturun), naik turun perbukitan Bukit Barisan selama 2 hari dan keluarnya di Singkarak (Malalo). Saat itu kami hanya memakai kantong plastik hitam sebagai sleeping bag dan jas hujan/ponco sebagai tenda.

Kemudian untuk tingkat lanjutan, saya mengikuti pelatihan yang disebut PEMANTAPAN di Pulau Persumpahan, sebuah pulau kosong di daerah Pulau Pisang, Padang.
Kelompok pemantapan kami dinamakan Badai 21. Dinamakan begitu karena saat kami digojlok di pulau tersebut, malamnya ada badai menerjang. Dan angka 21, karena jumlah angkatan saat pelatihan kami ada 21 orang. Badai 21 Danton nya adalah Eri "Malalo".


     Anggota KOMMA yang lulus di pemantapan, berhak mendapatkan kacu berwarna hijau kepodang, yang selalu kami pakai dengan kebanggaan tersendiri di setiap kegiatan.  Sedangkan jika hanya lulus PDCA, tidak berhak memakai kacu kehormatan hijau kepodang ini.
 
Hal lain yang membuat saya tertarik dengan KOMMA adalah kegiatannya yang tidak melulu mendaki gunung dan jalan2 atau bersenang2 saja.  Tapi adanya kepedulian nyata untuk berbuat sesuatu terhadap lingkungan.  Saat saya baru masuk, saya mendapat informasi kegiatan2 senior KOMMA sebelumnya seperti mengadakan PKA (Pekan konservasi alam), sehingga terbentuknya Taman Hutan Raya (Tahura).  Kegiatan alumni KOMMA (Bila) yang bergerak mengelola sampah kota Padang, serta menyiapkan kader cinta alam dengan mengikutkan pecinta alam dari SMU2 di Sumbar dalam PDCA dan melakukan road show untuk memberikan  penyuluhan/pelatihan kepecinta alaman ke SMU2 di Sumatera Barat. Dalam perkembangannya alumni KOMMA juga berafilisiasi menjadi aktifis di KKI WARSI (Bergerak dalam pemberdayaan anak dalam di Jambi) serta WALHI Sumbar.

     Saat menjadi anggota KOMMA saya juga sempat diikutkan pendidikan KADER KONSERVASI KEHUTANAN di dinas kehutanan RI. Dari Sumatera Barat, mewakili KOMMA, kami bertiga : Saya, Eri "Malalo" dan "Ajo" Syahmen diberangkatkan oleh Dinas kehutanan Sumbar untuk mengikuti pendidikan di Kampus Kehutanan Pondok bambu - Pematang Siantar - Sumut, selama 1 minggu.
Sehingga kami mendapat sertifikasi Kader Konservasi Kehutanan.  Dari uang saku yang kami dapatkan, kami sepakat membelikan KOMMA tali Rafling, yaitu tali khusus yang dipergunakan untuk panjat tebing (Seingat saya, Eri "Malalo" juga ada membeli tape compo, yang selalu setia menemani setiap kami mendaki gunung).

     Kegiatan lain KOMMA yang juga jarang ditemukan pada kegiatan mapala lain, adalah caving (penelusuran gua). KOMMA pernah mengadakan pendidikan caving ini di Tahura dengan mengundang doktor Khoo, seorang pakar caving dan teamnya.  Acara yang diadakan di asrama Tahura Ladang padi ini, dr Khoo memberikan teknik2 dasar untuk caving.
Adapun kegiatan caving lapangan yang pernah saya ikuti adalah : penelusuran dan pemetaan GUA TANGGALO di Sijunjung.

CAVING DI GUA TANGGALO SIJUNJUNG


     Penelusuran gua merupakan salah satu pengalaman yang berkesan bagi saya selama berkegiatan di KOMMA. Memasuki gua yang gelap, dingin dan misterius  


PENDAKIAN GUNUNG


     Sebagai kelompok cinta alam, identik dengan mendaki gunung. Demikian juga saya, beberapa kali mengikuti pendakian gunung. Gunung yang favourite kami daki adalah : Gunung MERAPI ( 3 kali)dan SINGGALANG (5 kali) yang naiknya dari daerah Silungkang, Koto Baru.
Gunung lain di Sumatera Barat yang pernah saya daki adalah : Gunung TALANG di Solok, gunung TANDIKEK di sebelah gunung Singgalang dan gunung TALAMAU di Pasaman Barat.

Gunung di Sumbar yang belum sempat saya daki hanya gunung SAGO di payakumbuh.
Satu lagi gunung yang sangat ingin saya daki adalah Gunung KERINCI yang terletak dekat perbatasan dengan Jambi, hanya belum kesampaian.
Di luar Sumbar, gunung DEMPO yang terletak di Pagar Alam Sumatera Selatan juga sudah pernah saya daki.


1. GUNUNG SINGGALANG

    Terletak di antara kota Padang Panjang dengan kota Bukit Tinggi. Dari Padang, kita naik bus jurusan Bukit Tinggi dan turun di daerah Koto Baru (daerah ini penganan oleh2nya adalah Bika). Biasanya pendaki berangkat sore dari padang, karena pendakian dilakukan malam hari, agar dapat melihat matahari terbit pagi harinya. Sebenarnya jika ingin melakukan perjalanan pagi/siang hari juga tidak masalah.
Sampai di pasar Koto Baru, istirahat dan shalat maghrib sambil makan malam di warung yang ada di situ. Sekitar pukul 07.00 sambil menyandang ransel mulai bergerak naik melewati daerah Pandai Sikek yang terkenal dengan kain tenunannya.

     Perjalanan pertama adalah menuju Tower (posko terakhir sebelum melakukan pendakian). Bisa dilakukan jalan kaki atau memakai kenderaan. Jika pendakian pagi, kita bisa naik mobil omprengan diangkut barengan sayur2 an.
Jika pendakian malam, berarti dari Koto Baru harus berjalan kaki (itung2 pemanasan), melewati jalan aspal kampung, kemudian melewati area perkebunan tebu yang luas. Makin ke atas, bertemu kebun2 sayur sehingga akhirnya kita sampai di pos terakhir yang disebut Tower. Karena adanya tower (televisi / telpon seluler ?) di sana.

Di sini terdapat pos polisi dan agak ke atas ada warung dan posko sekber (sekretariat bersama).
Sekber adalah perwakilan dari kelompok cinta alam yang ada di Sumatera Barat yang salah satu tugasnya menjaga ketertiban pendakian.
Posko di Singgalang ini bertugas mendata pendaki yang naik, memberi keterangan dan penyuluhan serta sweeping pendaki yang baru turun. jangan sampai ada pendaki yang turun bawa bunga edelwis. Selain itu, sesekali anggota sekber juga menjaga kebersihan jalur pendakian dengan mengadakan pembersihan sampah di jalur pendakian.
Saya tidak tahu, apakah sekarang masih ada Sekber ini. Hanya dahulu, posko Sekber tampaknya disalah gunakan untuk mabuk2 an, sehingga mengakibatkan ketidak simpatian rekan2 pecinta alam lain.

     Warung di Tower ini di jadikan arena kumpul dan istirahat sebelum melakukan pendakian. Kita bisa pesan mie instant dan kopi. Sekitar pukul 11.00 pendakian sudah dimulai. Rombongan2 mulai meninggalkan warung, mendaftar di sekber dan mulai mendaki.
Jalur pertama melewati rumput2 dan gelagah yang tinggi2. Sehingga kadang kita harus menyuruk2 melewatinya. Dari jalur ini masih kelihatan lampu2 kota Padang panjang di kejauhan.
Kemudian kita akan memasuki jalur hutan pepohonan. Untuk jalur mendaki gunung Singgalang ini penanjakannya termasuk curam (mencapai 60-70 derjat) sehingga cepat menguras stamina. Hanya jalurnya jelas kelihatan, sehingga tidak mudah tersesat.
Setelah beberapa lama mendaki, akhirnya kita akan menemukan shelter 1. Di shelter ini terdapat mata air di sebelah kiri jalur agak ke bawah.  Pendaki harus mengisi persediaan air minum disini, karena sampai ke cadas tidak akan ketemu mata air lagi.

     Dari shelter 1 pendakian dilanjutkan. Medannya akan semakin terasa berat (baik karena terjalnya pendakian, maupun karena stamina yg mulai menurun). Untung saja tanah berpijak untuk pendakian umumnya berupa akar2 pohon, sehingga dapat dijadikan pijakan yang mantap.
Kita akan mulai menemukan beberapa pepohonan yang berlumut, semakin ke atas semakin banyak.
Jika perjalanan malam, medan pendakian terjal dan pepohonan mungkin tidak kelihatan. Tapi, jika perjalanan siang, melihat pendakian yang terjal di depan, terkadang dapat membuat hati lemes duluan.
Menjelang pagi, sampailah kita di cadas. Cadas adalah bukit bebatuan gundul, yang berada di lereng gunung menjelang puncak. Sebelum Cadas, ada shelter 2 yang terdapat mata air.
Hanya jarang pendaki mengambil air disini, karena lokasinya sudah dekat dengan puncak/sumber air, Telaga Dewi yang berada di puncak.

     Di Cadas yang merupakan bukit gundul berbatuan, pendaki biasanya berfoto2 sambil melihat pemandangan luas (karena lokasinya yang terbuka). Dari sini akan kelihatan kota Bukit Tinggi dan gunung Merapi, dengan awan2 yang kelihatan berada di bawah kita.. Sebaiknya berada di cadas sebelum pukul 09.00 pagi, karena jika sesudahnya puncak gunung akan dipenuhi kabut/awan sehingga kita tidak bisa melihat apa2.


     Dari Cadas, pendakian dilanjutkan memasuki hutan lumut. Disebut hutan lumut karena semua pohon yang berada di hutan ini dipenuhi dengan lumut janggut. Harap berhati2 ketika melewati hutan lumut ini. Disebabkan penampakan pohonnya hampir sama, disamping jalur jalan melewati batang2 tumbang, sehingga dapat menyesatkan.
Tak lama berjalan menembus hutan lumut, sampailah kita di Telaga Dewi. Telaga Dewi adalah telaga seluas +/- 1 ha, yang merupakan bekas aktivitas vulkanik.
Telaga ini berkesan mistis, karena airnya yang gelap tenang, dikelilingi hutan2 lumut dan dapat turunnya kabut secara tiba2.  Kita dapat memasang tenda di sini dan mengambil air dari Telaga.
Terkadang kita dapat melihat ikan mas yang berada di dalam Telaga (kabarnya pernah ada pendaki yang melepas bibit ikan mas di telaga ini - Siapa ya ?? ).

     Sampai di Telaga Dewi, biasanya sudah disebut sampai di puncak Singgalang. Dan kebanyakan pendaki akan bersiap2 turun kembali setelah sampai di telaga ini. Namun sebenarnya masih 1/2 jam perjalanan menembus hutan lumut baru kita sampai di puncak Singgalang sebenarnya.
Setelah istirahat, makan dan foto2 di Telaga Dewi, pendaki akan bersiap2 turun (biasanya karena udara dingin dan kabut). Untuk turun, bisa melalui jalur utama sewaktu naik mendaki tadi (turun di Tower - Koto Baru).
Namun sebenarnya ada jalur alteratif lain, yaitu turun di Tanah Balingka (arah Maninjau) ataupun menyusuri punggung gunung Tandikek dan turun di desa Singgalang. Tapi jalur ini, agak rawan karena jarang dilalui sehingga jalur jalannya kadang tidak kelihatan dan dapat mengakibatkan tersesatnya pendaki.
Sebaiknya naik dan turun melalui jalur Koto Baru yang jalur jalannya lebih aman.

     Untuk turun, tidak seberat mendaki. Walaupun turun dengan medan terjal sebenarnya juga tidak mudah. Beberapa teman yang fisiknya bagus dan biasa mendaki, malah turun sambil berlari2. Sampai di Koto Baru biasanya sudah siang dan kita membersihkan diri di mesjid Koto Baru, kemudian makan siang di warung yang ada di pasar. Setelah istirahat dan makan, para pendaki akan berdiri di pinggir jalan untuk menumpang bus kembali ke kota asalnya.


2. GUNUNG MERAPI

     Untuk mendaki gunung Merapi, sama seperti ketika mendaki gunung Singgalang kita juga naik melalui Koto Baru. Dari arah Padang menuju Bukit Tinggi, Singgalang berada disisi kiri dan kita naik melewati Pandai Sikek.
Untuk naik ke Merapi yang berada disisi kanan, kita menyeberangi rel kereta api dan melewati  perkampungan serta ladang2 sayur Koto Baru. Tak lama kita akan menyeberangi jembatan yang telah putus dan sampai di tower Merapi.
Dari sini pendakian dimulai menuju ke puncak Merapi. Pendakian ke Merapi biasanya juga dilakukan malam hari. Di banding mendaki gunung Singgalang, pendakian ke Merapi menurut saya relatif lebih enak, dikarenakan jalur pendakiannya tidak terlalu curam menanjak dan terdapat bonus (jalan yang tdk terlalu mendaki). Memang jalannya sedikit jauh, memutar gunung.

     Kita akan sampai di puncak Merapi saat pagi hari. Sebelum bertemu puncak, kita akan melewati jalur yang berupa lereng gundul dengan batuan2 lepas. Sebelum melewati lereng ini bisanya pendaki ber foto2 dulu dengan pemandangan yang indah. Kota Bukit Tinggi, dengan ngarai Sianok akan kelihatan jelas sekali dari sini. Awan bergumpal2 juga kelihatan jauh berada di bawah kita.

     Harap berhati2 ketika melewati lereng ini, karena batuannya yang lepas, sehingga ketika berjalan kita malah merosot turun.
Perlahan lahan mendaki lereng gundul ini, sampailah kita di puncak Merapi. Gunung Merapi adalah gunung yang masih aktif, sehingga terdapat kawah2 di puncaknya. Bau belerang sangat menusuk terbawa angin. Di puncak Merapi ini para pendaki akan berusaha sampai ke puncak Merpati, yaitu daerah paling tinggi di puncak ini. Hanya harap pendaki berhati2, karena menuju ke puncak Merpati jalannya kecil, di kiri jalan adalah kawah dan di kanan jalan adalah jurang yang dalam dan curam.


     Saat gunung ini aktif, sangat dilarang untuk mendaki. Karena sudah pernah terjadi pendaki yang tewas saat berada di puncak, karena terkena batuan panas kawah Merapi. papan tanda peringatannya ada di puncak Merapi, untuk mengingatkan pendaki agar berhati2.
Dari puncak, sebelah kanan adalah jurang, dan di sebelah kiri di kejauhan adalah dataran yang dikelilingi hutan (Konon katanya, di hutan misterius ini ada pohon "Buluh Perindu").

Dari puncak kita bisa turun melalui jalur mendaki tadi, atau turun di sebaliknya melalui kanagarian Salimpauang di tanah datar. Tapi sebaiknya kita turun melalui jalur keberangkatan tadi, yang relatif lebih aman.
Kita akan sampai di Koto baru siang menjelang sore, bersih2 di mesjid Koto Baru, dan bersiap2 menunggu bus untuk kembali ke kota asal.


     Karena jalur pendakian gunung Singgalang yang lumayan jelas dan setiap malam minggu biasanya ramai, saya pernah mencoba mendaki gunung ini sendirian saja pada suatu hari (Galau mode : On).
Saya berjalan malam, dan sempat tidur di tengah jalan karena letih dan sepi. Insya Allah jalurnya tidak susah ditemukan dan saya selamat pulang pergi. Walaupun turunnya di omelin teman2 yang mengetahui saya pergi mendaki sendiri.


3. GUNUNG TANDIKAT

     Gunung Tandikat (tandikek) terletak tepat bersebelahan dengan gunung Singgalang. Naiknya dari desa Singgalang di daerah padang Panjang. Saya baru sekali melakukan pendakian ke gunung Tandikat ini. Pendakian kami lakukan siang hari.  Di sela2 pendakian, terkadang kita bisa melihat punggung dan puncak Gunung Singgalang dari sisi Barat.
Yang unik dari puncak Tandikat adalah, kita dapat masuk ke kawahnya. Kawahnya cukup luas dan ada genangan air serta belerang2.

Sekilas mirip Kawah Putih di Ciwidey Bandung, hanya bedanya di sini kita berada di lubang kawah. Sehingga harus memanjat turun dan naik untuk keluar masuk ke kawah.
Satu lagi mitos yang saya dengar saat mendaki Talamau adalah, harimau2 yang ada di Sumatera mengadakan "pertemuan" di puncak gunung Tandikek ini dipimpin seekor harimau putih. Perjalanan harimau2 ini menuju gunung Tandikek adalah melalui sungai di kayu tanam, menyusuri lembah anai terus naik ke Tandikek. Dari daerah Kayu Tanam, gunung Tandikek ini memang terlihat jelas.


4. GUNUNG TALANG

     Gunung Talang terletak di Solok. Saya juga baru sekali melakukan pendakian ke gunung Talang ini. Saat mendaki Talang, saya masih junior dan kami mendaki gunung Talang beramai2 dengan senior2 dari KOMMA. Di puncak gunung Talang adalah bukit dengan semak2. Kita dapat berkemah di puncaknya.
Dari puncak gunung Talang akan terlihat sebuah danau di pinggang gunung.


5. GUNUNG TALAMAU

     Gunung Talamau terletak di Pasaman Barat. Kita naik dari daerah Simpang Empat Pasaman barat. Dari kota Padang menuju Pasaman barat ini jaraknya cukup jauh (+/- 4-5 jam). Kita bermalam dulu di kaki gunung, sebelum naik keesokan paginya.
Di puncak gunung Talamau, saya sempat 'bertemu" burung Enggang besar, dengan paruh aneh besarnya.


6. GUNUNG DEMPO

     Gunung Dempo, terletak di Sumatera Selatan. Dari Padang, kami naik bus arah palembang dan turun di kota Lahat. dari lahat dilanjutkan dengan mobil kecil ke kota Pagar Alam. Perjalanan ke puncak gunung Dempo bersama bang Iwan Abdi, Da Us, Bang Fauzi, Pong Hai, Iswandi Anwar dan David Gampo.



EKSPEDISI NYASAR (Air Dingin - Singkarak)

     Saya sebut ekspedisi nyasar, karena kami benar2 nyasar tidak bisa menemukan jalan/jalur lagi. Saat itu kami mengadakan perjalanan dari air Dingin - Lubuk Alung menuju Singkarak. Lama perjalanan seharusnya 2 hari, dengan bermalam 1 malam di puncak perbukitan bukit barisan.
Namun, setelah bermalam, besoknya kami tidak bisa menembus hutan tumbuhan  berduri yang berada di puncak bukit. Mulai dari situlah kami tersesat !! Setelah beberapa kali mencoba jalan, ternyata kami hanya berputar2 di situ2 saja. Padahal, kami (rombongan +/- 15 orang) sudah memakai pemandu warga setempat, sebagai penunjuk jalan. Tapi, tetap tidak bisa menemukan jalan.

     Akhirnya diputuskan untuk mengikuti aliran sungai, dengan asumsi kami akan menemukan pemukiman di ujung/hilir sungai nantinya. Namun setelah mengikuti sungai selama 2 hari ternyata kami belum keluar juga dari hutan.
Padahal stok makanan kami sudah menipis, karena estimasi perjalanan 2 hari. Sudah hari ke 3, kami belum juga menemukan jalan keluar !! Untuk menghemat stok makan, terpaksa kami masak indomie 5 bungkus untuk makan 15 orang. Indomienya dengan air/kuah yang banyak, ditambah paku2 an /pakis yang banyak terdapat di pinggir sungai, agar mengenyangkan.
Satu hal lain yang saya ingat, adalah ketika kami berebut buah dengan monyet2. Namun ternyata buahnya tidak enak dan membuat kami sakit perut.

     Belum lagi jalur sungai yang kami tempuh ternyata sangat berbahaya. Mulanya menyusur sungai terlihat aman2 saja. Tapi ternyata di tengah jalan terdapat air terjun, sehingga kami harus turun terjal di samping air terjun tsb. Kesalahan sedikit saja dipastikan dapat tercebur ke sungai yang deras !!
Selain itu, berjalan meyusur sungai mengakibatkan kaki basah dan mudah terluka, akibat batu2 an sungai yang licin dan tajam. Bahkan beberapa teman sudah mengeluh karena sepatunya jebol !!

     Akhirnya, sore hari ketiga kami menemukan huma pencari rotan. Senang sekali rasanya menemukan tanda kehidupan. Kami di antar oleh pencari rotan menuju pinggir kampung terdekat. Akhirnya kami sampai dengan selamat menuju peradaban kembali.
Malamnya kami langsung kembali ke sekretariat di kampus.
Ternyata di kampus sudah terjadi kehebohan karena menghilangnya rombongan kami, tidak muncul2 di Singkarak sesuai jadwal.
Teman2 dari Mapala dan menwa ternyata sudah melakukan operasi penyelamatan (Team SAR) dengan menurunkan team mencari rombongan kami.