Senin, 11 Mei 2015

CUCI DARAH DENGAN BPJS


SERBA SERBI MENGIKUTI BPJS KESEHATAN UNTUK HEMODIALISA


     Berikut saya akan menceritakan pengalaman saya dalam mengikuti BPJS Kesehatan. Pada mulanya terus terang saya hanya memandang sebelah mata dengan BPJS kesehatan yang di canangkan pemerintah. Secara di kantor saya diikutkan asuransi kesehatan oleh perusahaan (Allianz), dan secara pribadi saya juga (baru) mempunyai asuransi jiwa (Jiwasraya) serta kesehatan ( Prudential dan AXA Mandiri).

     Masalah baru timbul, setelah saya di vonis GGK (Gagal Ginjal Akut) dan harus cuci darah. Sebelum cuci darah saya harus rawat inap dan melakukan bebarapa operasi di RS. Biaya rawat inap dan operasi selama 1 minggu ternyata menghabiskan budget kesehatan kantor (Allianz) selama 1 tahun !! Saya juga baru tahu ternyata asuransi kesehatan kantor berdasarkan budget dan budgetnya cukup minim.

Sementara saya masih harus cuci darah 2 kali seminggu yang budgetnya sekali cuci darah +/- 1 juta an, berarti sebulan +/- Rp 8 juta rupiah, seumur hidup !!
    

     Saya mencoba beralih ke asuransi pribadi (Prudential dan AXA Mandiri), dan juga ternyata ada kendala : 1) Karena saya masuk asuransi tsb belum genap 1 tahun, sehingga penyakit tidak ditanggung, 2) Gagal ginjal / cuci darah termasuk dari beberapa penyakit yang tidak ditanggung.
Pada saat itu saya benar2 bingung dan panik, bagaimana caranya membiayai cuci darah nantinya.
Akhirnya atas saran keluarga, saya berpaling ke BPJS. Pada end 2014 program BPJS ini sedang gencar2nya didengungkan pemerintah. Dan informasi yang kami dapatkan cuci darah ditanggung oleh BPJS.

Disebabkan saya harus cuci darah secepatnya, akhirnya kartu BPJS pun diurus secara kilat. Saya langsung mengurus kartu BPJS untuk sekeluarga, kelas 1 Rp 69.000/bulan . Setelah kartu jadi, baru bisa aktif seminggu kemudian. Untuk faskes 1 (yang tertera di kartu), saya menunjuk Klinik Deka yang beralamat di Kali Malang. Alasannya, karena  1) Dekat dengan rumah, 2) Klinik Deka adalah klinik swasta yang jam operasionalnya pagi sampai malam ( bandingkan dengan puskesmas yang jam 15,00 sudah tutup), 3) Klinik Deka relatif bagus dan bersih.


     Masalah kembali timbul saat saya harus menentukan tempat cuci darah. Tempat cuci darah adanya di RS tertentu yang cukup besar, sehingga dari faskes 1 harus dirujuk ke faskes 2 (RS yang ada alat cuci darahnya).

Setelah search di internet dan bertanya2 lokasi RS yang ada cuci darahnya, kami sebenarnya merasa lebih nyaman jika cuci darah di RS Hermina Bekasi, tapi ternyata dari Faskes 1 (Klinik Deka) tidak dapat memberikan rujukan langsung ke RS Hermina – Bekasi. Karena dari Faskes 1 hanya dapat memberi rujukan ke : 1) RS Pemerintah (RSUD Bekasi) atau 2) RS Swasta kelas 3. Semantara RS Hermina Bekasi masuk golongan RS Swasta kelas 2.

     Akhirnya dari klinik Deka kamipun mendapat rujukan untuk cuci darah di rumah sakit Bhakti Kartini – Bekasi (RS Swasta kelas 3). Karena pengantar dari klinik Deka adalah ke dr Urologi, akhirnya kamipun mulanya mendaftar ke poly dr Urologi, tapi ternyata dari dr Urologi dikirim kembali ke dr Penyakit dalam. Karena untuk cuci darah (Hemodialisa) jadwal dan tempat ditentukan oleh dr penyakit dalam.
Dari dokter penyakit dalam kami diminta menanyakan ketersediaan tempat untuk cuci darah di RS Bhakti Kartini tsb. Ternyata setelah ditanyakan, tempat sudah penuh !! Kalau mau... antri s/d Maret 2015. Padahal saya harus segera cuci darah.
Padahal untuk mendaftar cuci darah kita harus melakukan chek laboratorium terlebih dahulu, untuk chek 3 penyakit menular (HIV, Hepatitis dan). Dan biaya chek laboratorium di RS Bhakti Kartini ini tidak ditanggung BPJS (+/- Rp 400.000). Alasan pihak RS, karena takut pasien yang chek darah ternyata cuci darahnya tidak di RS tsb, sehingga mereka tidak bisa menagih ke BPJS nantinya.


     Oleh dr penyakit dalam ditanyakan, apakah kami mau mencari RS lain yang masih ada jadwal. Akhirnya kamipun menjawab minta dirujuk ke RS Hermina Bekasi. Setelah mendapat surat rujukan kamipun bergegas ke RS Hermina Bekasi.
Masalah kembali muncul, setelah pihak RS Hermina meminta surat rujukan dari faskes 1 !!! (Surat rujukan dari faskes 1 kami (Klinik Deka) adalah ke RS Bhakti Kartini bukan RS Hermina). Ketika kami kembali ke klinik Deka, pihak klinik Deka ngotot tidak bisa memberikan rujukan langsung ke RS Hermina – Bekasi. Kami sempat dead lock dan kebingungan.

     Akhirnya kamipun menuju ke kantor BPJS (depan RS Mitra Keluarga Barat). Di kantor BPJS sangatlah penuh dengan orang2 yang akan mengurus pembuatan kartu BPJS, antriannya sepertinya mencapai 200-300 orang perhari !!! Setelah bertanya2 kami disarankan menuju lantai 3 untuk mengurus hal surat rujukan tadi. Ternyata cukup mudah, kami mendapat surat rujukan dengan stempel BPJS yang bisa langsung ke faskes RS Hermina Bekasi. Jadi tidak perlu minta surat rujukan ke faskes 1 lagi.
Hal ini sangat penting, mengingat cuci darah harus dilakukan seminggu 2 kali di faskes 2. Sementara setiap menuju faskes 2 kita harus selalu minta rujukan ke faskes 1. Apakah tiap akan cuci darah saya harus bolak balik ke faskes 1 baru faskes 2 dulu ????

     Setelah mendapat surat sakti dari BPJS, barulah kami bisa mengurus jadwal cuci darah di RS Hermina Bekasi. Mulanya saya mendapat jadwal Selasa dan Jumat yang saat itu kami OK kan terlebih dahulu. Mengingat susahnya mendapat tempat untuk jadwal cuci darah. Setelah mendapat tempat pelan2 saya meminta jadwal dirubah rabu dan sabtu (Sabtu libur, agar tidak terlalu mengganggu jam kerja), yang alhamdulillah akhirnya dikabulkan. Selanjutnya, setelah rutin cuci darah di RS Hermina Bekasi, pihak HD RS Hermina mengeluarkan surat rujukan seumur hidup untuk pasien cuci darah yang sudah terjadwal.

      Sungguh sangat bersyukur bahwa cuci darah (Hemodialisa) ditanggung oleh BPJS ini, mengingat biaya sangat besar yang harus dikeluarkan oleh pasien seumur hidup !! Dan memang yang saya lihat sebagian besar pasien seangkatan saya berusia muda (< 45 tahun) yang masih sangat produktif. Sayang sekali jika harus sakit dan tidak tersembuhkan !! 

     Hanya ada beberapa hal yang mengganjal dalam hal saya sebagai pasien Cuci Darah mengikuti BPJS ini :
1.       Pasien BPJS harus antri di loket tertentu dan biasanya dibatasi waktu dan jumlahnya. Untuk pasien cuci darah yang rutin tiap minggu antri tiap hari terasa membuang2 waktu.

Sehingga harus ada pihak keluarga pagi2 sekali antri terlebih dahulu di RS. 

2.       Pasien BPJS tidak boleh 2 kali transaksi dalam satu hari.

Menjadi masalah jika harus kontrol ke dokter tertentu yang hari prakteknya bersamaan dengan hari kita cuci darah. Terpaksa harus pilih, cuci darah atau kontrol ke dokter ?? Tidak bisa keduanya dalam 1 hari !!


3.       Pasien cuci darah BPJS dan pasien cuci darah mandiri berbeda perlakuan.

Pada BPJS cuci darah 4 jam dan Dializer re use, diganti setelah +/- 7 kali. Pada cuci darah mandiri dilakukan 5 jam dan dializer single use.

Walaupun waktu 4 jam dan re use sagatlah aman, tapi walau bagaimana tetap HD yang lebih baik yang 5 jam dengan single use.

4.       Sistem budget pada pasien BPJS.

Setelah mengikuti BPJS bukan berarti semua-semuanya ditanggung !! Tapi berdasarkan budget2 tertentu. Sebagai contoh, jika pada saat tertentu kita harus periksa lab, maka jatah resep obat2 an pada saat itu pasti berkurang.

 
5.       Perbedaan budget antara RS type A dengan type B dan C.

Tepatnya saya juga kurang paham, tapi berdasarkan beberapa informasi, RS type A bisa gratis mendapatkan obat2 an tertentu, yang harus dibayar sendiri jika kita cuci darahnya di RS type B dan C 

6.       Tidak tahu apakah ini perasaan saya saja atau tidak (Ini subjektif tidak objektif).

Setiap transaksi di apotek atau kasir, sepertinya pasien BPJS diperlakukan lebih lama dibanding pasien mandiri. Padahal BPJS kan bukan gratisan, tapi sama dengan asuransi lain.
 
     Walau bagaimanapun saya sangat bersyukur bahwa cuci darah ditanggung oleh BPJS/pemerintah dan saya bisa cuci darah di RS yang cukup nyaman seperti di  RS Hermina – Bekasi

Senin, 04 Mei 2015

JALAN2 PENDERITA GGK

KE PULAU DEWATA - BALI

  
     Pada Rabu, 01 April 2015 kami sekeluarga berkesempatan liburan ke Pulau Bali - Pulau dewata. Sebenarnya liburan ini hampir saja batal disebabkan saya di vonis Gagal Ginjal, sehingga harus cuci darah.
Paket liburan bermula dari penawaran Accor Vacation yang memberikan harga khusus untuk menginap di Novotel Nusa Dua / Novotel Benoa - Bali. Harga kamar yang seharga Rp 750.000 - Rp 1.200.000 per malamnya di bandrol hanya Rp 400.000 untuk 2 - 5 malam !!
Saya yang tertarik, sudah menyetujui aplikasinya sebelum Des 2014 (sebelum di vonis GGK), sehingga sesudah saya di vonis GGK, sempat terjadi keraguan kami, apakah kami masih dapat melakukan liburan ke luar kota.....

     Tapi akhirnya dengan beberapa pertimbangan, akhirnya kami tetap melanjutkan liburan ke pulau Dewata ini, pertimbangannya al :
1. Aplikasi sudah terlanjur saya setujui dan transfer pembayaran, cancel berarti batal !!
2. Keinginan untuk berlibur bersama keluarga, setelah selama 3 bulan (Jan - Feb - Maret) berkutat terus di RS.
3. Ingin menunjukkan bahwa pasien GGK masih dapat hidup normal
4. Untuk jadwal cuci darah, tetap dapat melalui BPJS dengan mengurus surat traveling --> Jadwal cuci darah bisa tetap saya lakukan di RSUD Badung - Bali.

     Akhirnya Rabu malam, 01 April 2015 (siangnya saya jadwal cuci darah dulu di RS Hermina - Bekasi), kami pun berangkat pukul 09.40 malam dengan Air Asia.



Menjelang keberangkatan di terminal 3 Bandara Soetta


     Kami sampai di Bandara Ngurah Rai Denpasar pada tengah malam pukul 01.30. Untung saja oleh pihak Accor Hotel telah disediakan penjemputan, sehingga dari bandara kami langsung menuju Novotel Benoa, chek in dan langsung tidur istirahat.

     Paginya Kamis, 02 April 2015, pagi2 kami sudah bangun dan sarapan, karena jadwal pagi ini adalah penjemputan oleh pihak Kapal selam " Bali Odissey Sub marine ".




Sarapan pagi di Novotel Benoa


     Pukul 08.00 mobil jemputan sudah tiba, dan kami langsung dibawa menuju Pelabuhan Labuan Amuk - Karang Asem - Bali yang jaraknya +/- 2 jam dari Benoa. Perjalanan melewati jalan tol Bali baru yang melewati laut !!



Jalan Tol Bali yang "menyebrangi" laut


Sekitar pukul 10.30 sampailah kami di base camp "Bali Odissey". Berada di sebuah teluk di perkampungan. Base camp yang berada di tepi laut itu berupa kantor dengan ruang makan terbuka di sampingnya. Setelah mendaftar, kami diminta menunggu di resto terbuka tsb. Beberapa peserta mulai berdatangan, yang beberapa diantaranya warga negara asing.



Restoran tempat kami menungggu







Sambil menunggu, kami sempatkan untuk berfoto2 ria terlebih dahulu.



Tiket Odyssey  sub marine dan minuman jus selamat datang
 
 
 
     Tak berapa lama, tibalah saatnya keberangkatan menuju kapal selam. Kami diminta untuk menanggalkan alas kaki (Sepatu/sendal), kemudian mengenakan pelampung yang disediakan.
 

 
Bersiap2 memakai pelampung 


     Setelah mengenakan pelampung, kami diajak menuju ke tepi pantai dan menaiki perahu yang sudah disediakan. Karena jumlah pesertanya cukup banyak, harus dengan beberapa buah kapal.




 
Suasana menjelang naik ke atas kapal/perahu


Suasana di atas perahu



Ponton yang kami temui di perjalanan menuju kapal selam



Ini dia Kapal Selam Odessey... !!!
 
 
     Setelah perjalanan tidak sampai lima menit, sampailah kami di kapal selam Odessey !! Sebelumnya kami berkumpul digeladak dan diberi pengarahan serta pengenalan oleh kapten kapal. Kemudian dilakukan foto bersama, yang di foto dari perahu.
 
 
 
 
     Kapal selam ini dapat menampung +/- 20 an penumpang. Berikut suasana di dalam kapal selam.
 
 



 





     Malamnya kami berkunjung, sekalian makan malam di rumah om nya Prity, Om Ade. Villa kecil dengan kolam renang yang terletak di daerah Legian - Bali. Kami makan dengan menu pepes ikan mas, yang merupakan oleh2 nenek Prity dari jakarta, serta sambal jengkol kesukaan om Ade.





    Pagi harinya, kami sarapan di halaman belakan hotel yang tepat menghadap ke pantai. Kamipun kembali narsis dan melakukan beberapa foto sesion :














 
     Siang ini jadwalnya adalah keliling kota Denpasar. Tujuan pertama pantai Kuta, karena Prity ingin melihat2 KUTA BEACH WALK.
 










     Dari Kuta Beach Walk, kami menyeberang menuju pantai Kuta yang merupakan trade mark nya Bali. Di sini kami berjemur, tiduran dan pijat di pantai. Saat selesai, ternyata tiduran di bawah payung pantai Kuta dikenakan biaya Rp 100.000 per kursi !!! Dengan males, saya menyerahkan Rp 100.000 utk  biaya 2 kursi yang kami pakai.










     Karena hari sudah siang dan perutpun sudah keroncongan, kamipun segera mencari makan siang di Nasi Pedas.





     Sorenya kami balik ke hotel dan istirahat, karena kondisi badan saya yang kurang sehat. Malam itu kami hanya tiduran di hotel dan tidak keluar kamar.
Paginya setelah sarapan, kami kembali mengantar Prity ke rumah om nya. Hari ini adalah Sabtu di mana saya harus jadwal cuci darah. Saya sudah didaftarkan untuk cuci darah traveling di RSUD Badung. Sesudah mengantar Prity, saya dan istri menuju ke RSUD Badung yang berjarak +/- 1 jam dari Denpasar.
Di RSUD Badung saya HD dari siang s/d sore ditungguin oleh istri. Kondisi yang agak drop mengakibatkan saya harus muntah beberapa kali saat HD.

     Sementara Prity diajak jalan oleh Om Ade dan istrinya Tante Lia serta anak mereka Marco. Mereka hang out di Warung Made serta




     Hari minggu bertepatan dengan hari Paskah, sehingga saat sarapan tersedia telur2 berwarna warni.








Kami menyempatkan diri singgah di pusat oleh2 mukenah Bali, karena istri akan memberi oleh2 ke beberapa kolega kami.



    
     Setelah membeli oleh2, kami menuju pantai Pandawa. Baru kali ini kami mengunjungi Pantai pandawa ini. Bagi yang pernah nonton film Street Society, pantai inilah lokasinya.












Dari pantai Pandawa kami menuju ke Pura Uluwatu untuk mengejar melihat Sun set sore itu. Sebelumnya singgah dulu di





     Di Pura Uluwatu, karena kondisi yang kurang fi, saya hanya tiduran di mobil. Prity dan mamahnya masuk dan berjalan2 serta berfoto2 di Pura Uluwatu yang menakjubkan.










     dari Pura Uluwatu hari sudah gelap, kamipun menuju Jimbaran untuk makan malam. Makan malam sea Food di pantai Jimbaran memang mempunyai nuansa tersendiri.










   
     Selesai makan malam di jimbaran, kamipun diantar menuju Bandara, karena pesawat kami siap berangkat menuju Jakarta malam itu. Demikianlah cerita perjalanan keluar kota pertama saya setelah divonis gagal ginjal dan harus cuci darah.