Kamis, 17 September 2015


SETAHUN PASIEN GGK


     Sudah hampir setahun sejak saya divonis GGK pada Januari 2015 (Tepatnya, 8 bulan lah..). Saat-saat awal di vonis GGK kondisi kejiwaan saya sempat labil, seminggu pertama hampir bisa dikatakan saya hanya berdiam diri di rumah, jarang bicara dan selalu bersedih (bahkan menangis). #He he he...memalukan memang ya... ??#
Istri sayalah yang selalu menguatkan saya dan terus mengajak saya berkomunikasi, walaupun saya hanya diam ataupun diam-diam berlinang air mata (Saat itu saya benar2 merasa cengeng...)  Saat di vonis GGK dan harus cuci darah, kami sama sekali belum ada gambaran seperti apa cuci darah itu.... kedengarannya menakutkan !!!

     Minggu kedua, dan hampir sebulan sesudahnya adalah saat-saat rutin keluar masuk rumah sakit, baik untuk kontrol maupun rawat inap (pemasangan CDL, AV Shunt/Cimino, EKG jantung, kondisi nge drop, dll).  “Kesibukan” ini sedikit mengurangi waktu murung diri saya, dan bersiap untuk fase mulai menerima keadaan.

Apalagi selama di RS, kita sudah melihat dan mulai akrab cuci darah itu seperti apa (ternyata tidak mengerikan seperti yang saya kira sebelumnya), serta berjumpa dengan beberapa pasien cuci darah lain yang senasib dengan kita, membuat saya lebih tenang. 
Bergabung dengan komunitas HGM (Hidup Ginjal Muda) di dunia maya via face book, juga sangat memberikan pengaruh ilmu pengetahuan dan motivasi dalam menghadapi GGK ini  (thanx HGM...)

 
Berikut saya ingin berbagi beberapa kondisi yang mungkin saja juga akan dihadapi pasien HD lain nantinya :

Bagaimana dengan kondisi kejiwaan saya setelah setahun menjalani cuci darah ??

Secara umum tidak ada masalah/perubahan. Hanya saya memandang hidup lebih jernih dan mulai fokus mempersiapkan segala sesuatu bekal jika saya sudah tidak ada.

     Saya bersyukur masih diberi ‘Nyawa cadangan” untuk menyambung hidup, dengan media mesin Dyalizer. (My life depand on machine : Begitu saya pernah tag di pp BB saya). Berusaha menjadi orang yang lebih baik, terutama bagi keluarga dan sahabat-sahabat saya. Dan saya menganggap bahwa sakitnya saya ini, adalah untuk penebus dosa-dosa saya sebelumnya (Cie... cie.. cie...).

     Teman-teman dan lingkungan umumnya mengetahui kondisi saya dan ternyata saya diberikan banyak kemudahan dan support dari keluarga maupun teman yang bahkan sebelumnya jarang bertemu (Tadinya saya sempat negatif thinking, bahwa teman2 akan menjauh karena kondisi saya yang sakit, kenyataannya mereka terasa jauh lebih care dan lebih sering say hello sekarang...)

Saya tidak tahu kebenarannya, tapi percaya atau tidak, saya sering berdoa ditambahkan rezeki, dan ternyata Allah memberikan rezeki yang tidak disangka serta berlimpah ruah dalam setahun ini, yang belum tentu bisa saya dapatkan bertahun-tahun menabung dan bekerja.

     Sekarang saya merasa lebih siap, karena telah dapat menyiapkan bekal untuk anak istri, jika saya tiada nantinya. Hanya saja saya merasa tetap lebih gampang cengeng, terutama jika mendengar teman2 angkatan saya sesama HD yang berpulang satu persatu. Atau membaca cerita sedih pasien GGK lain yang tidak seberuntung saya.

 

Bagaimana dengan kondisi kesehatan saya setelah setahun menjalani cuci darah ??

Alhamdulillah, sampai saat ini saya merasa sehat. Walaupun ada keterbatasan dalam beraktifitas, tapi secara umum mungkin orang tidak dapat membedakan saya dengan orang sehat lainnya. Sejak 3 bulan pertama, sekarang saya sudah jarang drop sampai rawat inap. Hanya tempo-tempo masih sering muntah-muntah tidak jelas, serta nafsu makan tiba2 menurun.

     Berat badan saya memang turun, sewaktu sehat dulu berat saya 85 kg (dengan tinggi 170 cm) memang dulu saya rada gemukan.  Sekarang, rata2 berat kering saya 70 kg. Secara perhitungan Tinggi Badan – 100 = berat ideal, Berat badan saya sudah ideal, tubuh saya lebih bagus dan ramping.

     Apakah anda pernah berdiet ??  Selama berapa bulan ??? Dan berapa turunnya berat badan anda ??  Saya yakin paling banyak 3-5 kg saja, diet dan olah raga (Nahan lapar dan bekeringat) selama 1 – 2 bulan. Sedangkan bagi pasien HD, bahagianya adalah : Berat badan kita dapat turun 3-5 kg hanya dalam 4 jam saja (Itupun sambil tiduran.....).

     Fisikly kulit saya sekarang sedikit menghitam. Aktifitas berat (olah raga) sudah tidak mampu lagi. Angkat2 berat juga sudah tidak bisa, karena cimino saya mengakibatkan kekuatan tangan kanan saya jauh berkurang. Naik tangga 3 lantai pasti ngos2an dan jantung berdebar2 lama (Kantor saya di lantai 3). Lebih sering keram (terutama jari tangan) dan sambungan otot di pundak (kiri dan kanan) akhir2 ini sering nyeri. Sehingga saya tidak bisa tidur miring ke kiri atau ke kanan tanpa merasa sakit. Selain itu, semuanya normal.

 

Bagaimana dengan kondisi pekerjaan saya setelah setahun menjalani cuci darah ??

Hal yang paling ditakutkan pasien GGK adalah :

1.    Biaya cuci darah yang sangat besar

Perhitungannya : Rp 800.000 x 2 (minggu) x 4 (sebulan) x 12 (setahun ) à 76.800.000 setahun. Dalam 5 tahun saja sudah membutuhkan biaya Rp 384.000.000 !!!

Alhamdulillah, tuhan maha besar, saat ini biaya cuci darah sudah ditanggung BPJS, sehingga pasien cuci darah tidak perlu pusing memikirkan biayanya lagi.

2.       Kehilangan pekerjaan

Pasien GGK harus cuci darah seminggu 2 kali. Berarti tidak dapat bekerja (masuk kantor) selama 2 hari, setiap minggunya. Belum lagi harus kontrol dan kondisi kesehatan yang sering drop tiba2 tidak jelas sebabnya. Apakah ada perusahaan/boss yang mau mentolerir kondisi karyawan seperti itu ??? Secara logis rasanya tidak ada.

Apalagi saya membaca banyak pasien GGK yang berhenti/diberhentikan bekerja, kemudian harus mulai berusaha lagi dengan usaha yang lebih kecil dan tidak butuh energi banyak.

Kembali saya mengucapkan syukur yang sebesar2 nya, ternyata teman-teman kerja, atasan dan kantor saya saat ini dapat mentolerir kondisi saya. Mungkin karena saya sudah termasuk senior (masa kerja 20 tahun) di kantor.

     Hari kerja saya adalah 5 hari seminggu ( Senin s/d Jumat). Tadinya saya dapat jadwal HD Selasa dan Kamis, sehingga hanya dapat bekerja masuk kantor 3 hari (Senin, Rabu dan Jumat). Namun akhirnya saya bisa dapat pindah jadwal HD ke hari Rabu dan Sabtu, sehingga saya hanya libur 1 hari kerja (Rabu saja), dan dapat bekerja biasa 4 hari (Senin, Selasa, Kamis dan Jumat). Itupun pada hari Rabu, pagi-pagi saya tetap ke kantor dan beraktifitas sampai jam 10.00 baru kemudian izin untuk menuju RS menjalani cuci darah sampai sore harinya.

     Yang menjadi masalah bagi saya adalah, kondisi stamina. Ibarat HP, batteray saya selalu hanya tinggal untuk setengah hari. Setiap menjelang jam 14.00-15.00 biasanya saya sudah mulai letih dan mengantuk serta tidak bisa konsentrasi. Seluruh badan terasa lunglai dan berat. Walaupun beberapa kali saya mencoba antisipasi, tetapi belum berhasil.
Akibatnya, setiap sore hari kondisi saya nge drop dan saya biasanya istirahat di dapur atau mushalla kantor. Sampai saat ini teman-teman dan atasan saya selalu excuse dengan kondisi saya ini. Bahkan jika kelihatan saya agak berat, mereka selalu menyarankan saya istirahat di rumah. Walaupun bagi saya itu adalah dilema : Saya masih ingin bekerja dan beraktifitas penuh, dan menyerah istirahat/pulang seolah2 menyatakan bahwa saya tidak mampu !!

     Saya merasa bahwa saya masih dapat mengikuti ritme kerja kantor, tugas-tugas kantor masih dapat saya cover dan selesaikan. Walaupun kondisi sakit (kerja hanya ¾ hari), mengakibatkan beberapa tugas pekerjaan sering delay, disamping daya ingat dan konsetrasi saya juga terasa mulai agak menurun.
Yang mungkin agak berat adalah, saya tidak leluasa lagi kunjungan ke luar kota. Karena keterbatasan stamina, juga jadwal cuci darah 2 kali seminggu tidak boleh tinggal. Padahal, sifat pekerjaan saya sebagai Area Sales Manager mewajibkan saya kunjungan dan monitor ke 7 cabang saya yang berada di Timur Indonesia.
Beberapa kali saya juga sempat berfikir, sampai kapan atasan saya dapat menerima kondisi saya ini ?

     Pulang sore/malam hari di Jakarta adalah perjuangan mengatasi macet. Kantor saya di daerah kota, Mangga Besar, sementara rumah di daerah Bekasi. Sebelumnya saya sering memaksakan diri pulang kantor (menyetir mobil sendiri) dalam keadaan pusing dan berkunang-kunang, bahkan muntah-muntah di mobil.  Tapi tidak masalah, saya tidak gampang menyerah. Saya dari kantor pukul 18.00 sampai rumah biasanya pukul 20.00 (2 jam perjalanan).

     Hanya istri sangat mengkhawatirkan saya. Setiap malam sampai di rumah, saya langsung terduduk lemas dengan wajah pucat dan tangan dingin di “kursi sofa kerajaan “ saya. Akhirnya keluarga “memaksa” saya agar mau pakai supir untuk antar jemput ke kantor. Mulanya saya tidak mau karena merasa belum saatnya saya harus pakai supir (Seperti boss saja, kataku saat itu...).

Tapi istri kasih pengertian bahwa memakai supir adalah untuk menjaga kesehatan saya, agar tidak terlalu lelah dan malah nge drop. Justru dengan pakai supir, berarti saya dapat bekerja lebih baik dan konsentrasi. Akhirnya sayapun menyetujui, walaupun dengan syarat, paginya saya tetap nyetir sendiri (Tidak mau pakai supir). Pulangnya tidak apa pakai supir, karena malam sudah capek dan biasanya lebih macet. Di mobil saya bisa istirahat dan tiduran, sehingga sampai di rumah tidak drop lagi.

 

 

 

 

LIBURAN PULANG KAMPUNG KE PAYAKUMBUH - SUMATERA BARAT


     Pada Kamis, tgl 14 mei 2015, kami sekeluarga liburan pulang kampung ke Payakumbuh – Sumatera Barat. Kami berangkat dengan pesawat Sriwijaya menuju Padang pukul 8.20 pagi dan sampai di Bandara Minang kabau - Padang pukul 10 lewat.
 
 
Ity, di atas pesawat menuju Padang 

Sehari sebelumnya, Rabu adalah jadwal saya cuci darah di RS Hermina Bekasi. Dan untuk persiapan pulkam ini saya sudah minta ditambah suntikan Fenover (Tambahan zat Fe), dan Centrovit (Tambahan Vit C dan multi vitamin) untuk menjaga kebugaran selama liburan ini. Pengalaman drop saat liburan ke Bali masih menghantui.
 
     Tujuan pulang kampung ke Payakumbuh kali ini adalah untuk mengabarkan berita sakitnya saya. Tadinya rencana yang berangkat hanya istri sendirian. Tapi akhirnya karena ada kelapangan dana, akhirnya kami berangkat sekeluarga.  Sempat juga terlintas untuk pulang saat lebaran, tapi mengingat kondisi sakit saya, rasanya tidak memungkinkan di suasana libur lebaran yang macet dan berdesak2desakan apalagi mencari jadwal cuci darah saat lebaran yang ramai, pasti repot sekali. Akhirnya kami putuskan berangkat sebelum puasa (Mei 2015).
 
 
Ity, asyik main HP di bandara
 
Setiba di bandara kami sudah dijemput oleh Da Yus, seorang sahabat lama di Padang. Sekaligus beliau mencarikan mobil rental. Saat itu kami pakai mobil Avanza 2012, seharga Rp 250.000/hari. Karena istri masih khawatir dengan kondisi saya, kami minta adik istri/Eric dari Payakumbuh,  untuk menjadi supir membawa mobil dari Padang ke Payakumbuh.


     Setelah menurunkan Da Yus di Simpang GIA, kamipun melaju ke pusat kota dengan tujuan nasi sup ayuk Des di Teplau (Pinggir laut). Nasi sup ini merupakan salah satu alasan saya pulkam.
 

 
Nasi sup Tepi Laut - Padang dan istri yang sedang bersantap


Setelah makan nasi sup ( 2 piring !!), kamipun segera meninggalkan kota Padang dan menuju kota Payakumbuh. Estimasi perjalanan Padang – payakumbuh adalah 3 jam. Sebelumnya kami menjemput Eric terlebih dahulu di stasiun Tabing.

Perjalanan Padang – Payakumbuh berjalan lancar, hanya saja hujan sepanjang jalan. Kami sempat shalat Zhuhur di mesjid Kayu Tanam, saat Eric mengatakan mengantuk, karena harus ronda malam tadi. Akhirnya dari Kayu Tanam, sayalah yang menyetir mobil sampai ke Bukit Tinggi.


     Di Bukit Tinggi kami singgah terlebih dahulu ke RS Ahmad Mochtar. Karena saya sudah didaftarkan teman/Ibu Imel untuk cuci darah pada sabtu nanti. Tujuan kami singgah adalah untuk kepastian jadwal cuci darah. Setelah bertemu petugas HD, kamipun dapat kepastian bahwa nama saya sudah didaftarkan oleh ibu Imel.

Dari RS Achmad Mochtar, kamipun segera menuju Payakumbuh di tengah hujan yang cukup lebat.

 

     Kami sampai di Payakumbuh sekitar pukul 16.00 sore, singgah sebentar di rumah Eric untuk mengambil payung sebelum menuju ke rumah istri yang berada di Balai Nan duo – Koto Nan IV, Payakumbuh. Setiba di rumah kami langsung disambut kakek dan nenek Prity. Malam itu kami makan masakan nenek yang lezat, berupa rendang ayam.

     Pagi jumat, setelah sarapan lontong pecal “Yanti” saya mendapat telp dari RS Achmad Mochtar – B Tinggi, bahwa mesin HD mereka rusak, sehingga saya tidak bisa cuci darah di sana. Namun oleh ibu Lela (PIC di HD RSAM), kami di rujuk ke RSUD Padang Panjang. Suster Lela sendiri yang menelepon ke sejawatnya suster Sherly di  RSUD Padang panjang. Tapi jadwal HD nya harus siang ini juga.

Sehingga dengan terburu2 kamipun segera menuju Padang panjang, mengingat jarak tempuh Payakumbuh – Pdg panjang, bisa mencapai 1,5 – 2 jam (tergantung kemacetan di B Tinggi). Di tengah perjalanan ibu Imel, sempat telpon menanyakan kondisi saya, dan saya katakan sudah OTW ke Pdg Panjang.

 
 Ini ruang HD RSUD Padang Panjang (Di Lantai 2) 
 
    Kami sampai di RSUD Pdg Panjang sekitar pukul 11.00. Saya sempat pangling dengan lokasi, karena ternyata RSUD Padang panjang ini baru dibangun. Setiba di RSUD, kami langsung menuju ke ruang HD untuk mendapat jadwal konfirmasi.
 
 Di depan ruang HD, pemandangan gunung dan sawah
 
Ruang HD RSUD Padang panjang terletak di belakang, di lantai II gedung VIP. Gedungnya baru dan cukup bagus dengan pemandangan sawah dan gunung Singgalang serta Merapi terlihat jelas. Di ruang HD sendiri hanya ada 4 buah mesin. Kami di sambut dengan ramah oleh suster Sherly dan mas Deni. Sehubungan hari Jumat, saya shalat jumat dulu dan sempat makan siang nasi bungkus beli di kantin RSUD.
 
Lorong menuju ruang HD yang resik dan bersih serta sejuk

Sekitar jam 14.00 HD dimulai. Walaupun tanpa AC, sepertinya suasananya cukup sejuk. Yang agak berbeda di sini adalah : Adanya kursi khusus, satu bed 1 kursi. Sementara biasanya di tempat HD penunggu hanya boleh menunggu di luar. Secara pribadi, saya merasa dengan adanya penunggu di dekat kita akan merasa lebih nyaman.

Hal lain yang cukup menarik adalah, dinding ruang HD memakai wall paper dan sprei serta selimut yang berwarna PINK !! Cukup membuat hangat, di tengah suasana dingin dan pemandangan indah di luar.

     Saya selesai HD sekitar pukul 18.15 lewat. Setelah shalat maghrib dan mengucapkan terima kasih, kamipun balik pulang ke Payakumbuh. Karena perut sudah lapar, istri menyarankan makan sate Mak Syukur terlebih dahulu, ternyata sudah kehabisan !! Sehingga kamipun berpindah makan di sate Saiyo. Selesai makan, kami segera menuju Payakumbuh dan sampai di rumah sekitar pukul 21.00 malam. Di rumah nenek Prity sudah masak makan favourite, yaitu gulai ciput. Sehingga kamipun makan malam sekali lagi, sebelum akhirnya beristirahat.

 
  Gulai ciput nenek, ayng gurih dan lezat (Kalau di sunda namanya Tutut)

     Pagi, sabtu 16 Mei 2015 kami merencanakan untuk piknik ke Lembah Harau dan Jembatan Kelok sembilan.

Petunjuk arah ke Harau, serta pemandangan bukit2 di Harau 
 
Setelah sarapan pagi nasi goreng nenek yang tiada duanya (saya bisa tambah sampai 3 kali) Kami berangkat 2 mobil, keluarga Eric dan keluarga kami + kakek Nenek. Sekitar pukul 10.00 kami sudah berangkat dari rumah menuju Lembah harau. Kami sampai di harau sekitar jam 11.00. Di Harau kami istirahat sambil menonton anak2 mandi2 di bawah air terjun.

Pemandian dan air terjun (Sarasah) Harau

Setelah makan snack + minum teh manis panas serta foto2, sekitar pukul 01.00 siang kamipun meninggalkan Harau.



Ity dan kakek serta Nenek Payakumbuh

Menjelang pintu keluar sempat terjadi kemacetan, karena sehubungan hari  libur (Isra Mi’raj), juga baru lulus lulusan UAN anak SMU, sehingga pengunjung membludak. Untung kami datangnya agak pagian.
 
Our Big Family (Aku berkaus hitam, paling belakang) 
 
Ity, makan kerupuk mie khas Harau


 
Berikut penampakan kerupuk Mie Harau
 
 Ity dan sepupu-sepupu nya
 
     Dari Harau kami sempat shalat dulu di Lubuk bangku, sebelum akhirnya menuju jembatan kelok sembilan. Jembatan kelok sembilan dulunya merupakan jalan berkelok (9 kelokan tajam) yang terjal dan berbahaya, sehingga akhirnya sekarang dibuatkan jembatan yang luar biasa besar dan tinggi, seperti jalan/jembatan di luar negeri.

K-9, alias kelok sembilan : Pekan Baru - Payakumbuh 

Dari jembatan kelok sembilan kami mencari2 tempat makan, tapi karena hari hujan rintik2, tidak ada tempat yang cocok. Setelah melewati jembatan kelok sembilan akhirnya kami menemukan sebuah warung yang tutup, tempat yang ideal untuk makan siang bersama.

Ity di kelok sembilan 

     Kamipun makan siang di warung tersebut. Menggelar tikar dan membuka makanan yang dibawa beramai2 dari rumah. Makan siang bersama saat itu benar2 terasa nikmat..... Gulai ciput, rendang, teri, kerupuk rubik dan ayam serta ikan goreng benar2 lezat ditengah suasan dingin dan kebersamaan.
 


 Suasana makan bersama di pinggir jalan
 
Selesai makan siang, kamipun kembali menuju jembatan kelok 9, untuk melakukan foto sesion. Berikut foto2 kami di jembatan kelok 9 :


 

     Dari jembatan kelok 9, Eric dan keluarga besarnya kembali ke kota Payakumbuh, sedangkan kami langsung menuju ke Mudik. Mudik merupakan kampung mertua lelaki saya, jaraknya +/- 1 jam dari kota Payakumbuh. Sore itu kami menuju mudik, karena ada salah satu kerabat yang pesta kawinan.

Setelah shalat Zhuhur di rumah gadang Talago – Mudik, kamipun menuju pesta kawinan. Disini kami hanya sebentar saja, dan langsung balik ke Payakumbuh. Sebelumnya sempat singgah dulu untuk makan sate dangung-dangung yang terkenal lezat.

Sampai di rumah malam hari, kamipun langsung istirahat dan bersiap2 untuk menuju Padang keesokan harinya.
 
     Minggu, 17 Mei 2015 pukul 11.00 kami  bersiap untuk menuju kota Padang. Kami merencanakan tidur satu malam di kota Padang sebelum balik ke Jakarta pada seninnya.

Dengan mobil rental, saya menyetir dan nenek Prity juga ikut ke Padang. Sementara kakek harus tinggal untuk menjaga kebun coklat, karena saat itu banyak pencurian.

Di Padang panjang kami singgah di restoran Air Badarun untuk makan siang. Restoran ini cukup ramai, dan yang khas adalah gulai jariangnya yang khas dan sama sekali tidak berbau !! Selesai makan kami melanjutkan perjalanan dan sempat singgah di air terjun Lembah Anai, untuk Prity berfoto2 ria. Selanjutnya kami meneruskan perjalanan ke kota Padang.

Sate Saiyo - padang panjang

Setelah mengantar nenek ke rumah kami yang di Pasir Putih – Tabing, kami lanjut menuju hotel Mercure Padang. Malam itu kami istirahat di hotel mercure. Paginya sarapan nasi sup teplau dan beli oleh2. Kemudian kami menuju rumah di Kuranji – by pass dan diakhiri makan siang dengan gulai kambing muslim.

Selesai makan, kami langsung menuju rumah Pasir putih untuk menjemput nenek yang akan mengantarkan kami ke Bandara. Akhirnya sekitar pukul 16.00 sore, sampailah kami di Bandara Minangkabau untuk menuju Jakarta.