SERBA SERBI MENGIKUTI BPJS KESEHATAN
UNTUK HEMODIALISA
Berikut saya akan
menceritakan pengalaman saya dalam mengikuti BPJS Kesehatan. Pada mulanya terus
terang saya hanya memandang sebelah mata dengan BPJS kesehatan yang di
canangkan pemerintah. Secara di kantor saya diikutkan asuransi kesehatan oleh
perusahaan (Allianz), dan secara pribadi saya juga (baru) mempunyai asuransi
jiwa (Jiwasraya) serta kesehatan ( Prudential dan AXA Mandiri).
Masalah baru
timbul, setelah saya di vonis GGK (Gagal Ginjal Akut) dan harus cuci darah.
Sebelum cuci darah saya harus rawat inap dan melakukan bebarapa operasi di RS.
Biaya rawat inap dan operasi selama 1 minggu ternyata menghabiskan budget
kesehatan kantor (Allianz) selama 1 tahun !! Saya juga baru tahu ternyata
asuransi kesehatan kantor berdasarkan budget dan budgetnya cukup minim.
Sementara saya masih harus cuci darah 2 kali seminggu yang
budgetnya sekali cuci darah +/- 1 juta an, berarti sebulan +/- Rp 8 juta rupiah,
seumur hidup !!
Saya mencoba
beralih ke asuransi pribadi (Prudential dan AXA Mandiri), dan juga ternyata ada
kendala : 1) Karena saya masuk asuransi tsb belum genap 1 tahun, sehingga
penyakit tidak ditanggung, 2) Gagal ginjal / cuci darah termasuk dari beberapa
penyakit yang tidak ditanggung.
Pada saat itu saya benar2 bingung dan panik, bagaimana
caranya membiayai cuci darah nantinya.
Akhirnya atas saran keluarga, saya berpaling ke BPJS. Pada
end 2014 program BPJS ini sedang gencar2nya didengungkan pemerintah. Dan
informasi yang kami dapatkan cuci darah ditanggung oleh BPJS.
Disebabkan saya harus cuci darah secepatnya, akhirnya kartu
BPJS pun diurus secara kilat. Saya langsung mengurus kartu BPJS untuk
sekeluarga, kelas 1 Rp 69.000/bulan . Setelah kartu jadi, baru bisa aktif
seminggu kemudian. Untuk faskes 1 (yang tertera di kartu), saya menunjuk Klinik
Deka yang beralamat di Kali Malang. Alasannya, karena 1) Dekat dengan rumah, 2) Klinik Deka adalah
klinik swasta yang jam operasionalnya pagi sampai malam ( bandingkan dengan
puskesmas yang jam 15,00 sudah tutup), 3) Klinik Deka relatif bagus dan bersih.
Masalah kembali
timbul saat saya harus menentukan tempat cuci darah. Tempat cuci darah adanya
di RS tertentu yang cukup besar, sehingga dari faskes 1 harus dirujuk ke faskes
2 (RS yang ada alat cuci darahnya).
Setelah search di internet dan bertanya2 lokasi RS yang ada cuci
darahnya, kami sebenarnya merasa lebih nyaman jika cuci darah di RS Hermina
Bekasi, tapi ternyata dari Faskes 1 (Klinik Deka) tidak dapat memberikan
rujukan langsung ke RS Hermina – Bekasi. Karena dari Faskes 1 hanya dapat
memberi rujukan ke : 1) RS Pemerintah (RSUD Bekasi) atau 2) RS Swasta kelas 3.
Semantara RS Hermina Bekasi masuk golongan RS Swasta kelas 2.
Akhirnya dari
klinik Deka kamipun mendapat rujukan untuk cuci darah di rumah sakit Bhakti
Kartini – Bekasi (RS Swasta kelas 3). Karena pengantar dari klinik Deka adalah
ke dr Urologi, akhirnya kamipun mulanya mendaftar ke poly dr Urologi, tapi
ternyata dari dr Urologi dikirim kembali ke dr Penyakit dalam. Karena untuk
cuci darah (Hemodialisa) jadwal dan tempat ditentukan oleh dr penyakit dalam.
Dari dokter penyakit dalam kami diminta menanyakan
ketersediaan tempat untuk cuci darah di RS Bhakti Kartini tsb. Ternyata setelah
ditanyakan, tempat sudah penuh !! Kalau mau... antri s/d Maret 2015. Padahal
saya harus segera cuci darah.
Padahal untuk mendaftar cuci darah kita harus melakukan chek
laboratorium terlebih dahulu, untuk chek 3 penyakit menular (HIV, Hepatitis
dan). Dan biaya chek laboratorium di RS Bhakti Kartini ini tidak ditanggung
BPJS (+/- Rp 400.000). Alasan pihak RS, karena takut pasien yang chek darah
ternyata cuci darahnya tidak di RS tsb, sehingga mereka tidak bisa menagih ke
BPJS nantinya.
Oleh dr penyakit
dalam ditanyakan, apakah kami mau mencari RS lain yang masih ada jadwal.
Akhirnya kamipun menjawab minta dirujuk ke RS Hermina Bekasi. Setelah mendapat
surat rujukan kamipun bergegas ke RS Hermina Bekasi.
Masalah kembali muncul, setelah pihak RS Hermina meminta
surat rujukan dari faskes 1 !!! (Surat rujukan dari faskes 1 kami (Klinik Deka)
adalah ke RS Bhakti Kartini bukan RS Hermina). Ketika kami kembali ke klinik
Deka, pihak klinik Deka ngotot tidak bisa memberikan rujukan langsung ke RS
Hermina – Bekasi. Kami sempat dead lock dan kebingungan.
Akhirnya kamipun
menuju ke kantor BPJS (depan RS Mitra Keluarga Barat). Di kantor BPJS sangatlah
penuh dengan orang2 yang akan mengurus pembuatan kartu BPJS, antriannya sepertinya
mencapai 200-300 orang perhari !!! Setelah bertanya2 kami disarankan menuju
lantai 3 untuk mengurus hal surat rujukan tadi. Ternyata cukup mudah, kami
mendapat surat rujukan dengan stempel BPJS yang bisa langsung ke faskes RS
Hermina Bekasi. Jadi tidak perlu minta surat rujukan ke faskes 1 lagi.
Hal ini sangat penting, mengingat cuci darah harus dilakukan
seminggu 2 kali di faskes 2. Sementara setiap menuju faskes 2 kita harus selalu
minta rujukan ke faskes 1. Apakah tiap akan cuci darah saya harus bolak balik
ke faskes 1 baru faskes 2 dulu ????
Setelah mendapat
surat sakti dari BPJS, barulah kami bisa mengurus jadwal cuci darah di RS
Hermina Bekasi. Mulanya saya mendapat jadwal Selasa dan Jumat yang saat itu
kami OK kan terlebih dahulu. Mengingat susahnya mendapat tempat untuk jadwal
cuci darah. Setelah mendapat tempat pelan2 saya meminta jadwal dirubah rabu dan
sabtu (Sabtu libur, agar tidak terlalu mengganggu jam kerja), yang alhamdulillah
akhirnya dikabulkan. Selanjutnya, setelah rutin cuci darah di RS Hermina Bekasi, pihak HD RS Hermina mengeluarkan surat rujukan seumur hidup untuk pasien cuci darah yang sudah terjadwal.
Sungguh sangat
bersyukur bahwa cuci darah (Hemodialisa) ditanggung oleh BPJS ini, mengingat
biaya sangat besar yang harus dikeluarkan oleh pasien seumur hidup !! Dan
memang yang saya lihat sebagian besar pasien seangkatan saya berusia muda (<
45 tahun) yang masih sangat produktif. Sayang sekali jika harus sakit dan tidak
tersembuhkan !!
Hanya ada beberapa
hal yang mengganjal dalam hal saya sebagai pasien Cuci Darah mengikuti BPJS ini
:
1.
Pasien BPJS harus antri di loket tertentu dan
biasanya dibatasi waktu dan jumlahnya. Untuk pasien cuci darah yang rutin tiap
minggu antri tiap hari terasa membuang2 waktu.
Sehingga harus ada pihak keluarga pagi2
sekali antri terlebih dahulu di RS.
2.
Pasien BPJS tidak boleh 2 kali transaksi dalam
satu hari.
Menjadi masalah jika harus kontrol ke
dokter tertentu yang hari prakteknya bersamaan dengan hari kita cuci darah.
Terpaksa harus pilih, cuci darah atau kontrol ke dokter ?? Tidak bisa keduanya
dalam 1 hari !!
3.
Pasien cuci darah BPJS dan pasien cuci darah
mandiri berbeda perlakuan.
Pada BPJS cuci darah 4 jam dan Dializer re
use, diganti setelah +/- 7 kali. Pada cuci darah mandiri dilakukan 5 jam dan
dializer single use.
Walaupun waktu 4 jam dan re use sagatlah aman,
tapi walau bagaimana tetap HD yang lebih baik yang 5 jam dengan single use.
4.
Sistem budget pada pasien BPJS.
Setelah mengikuti BPJS bukan berarti semua-semuanya
ditanggung !! Tapi berdasarkan budget2 tertentu. Sebagai contoh, jika pada saat
tertentu kita harus periksa lab, maka jatah resep obat2 an pada saat itu pasti
berkurang.
5.
Perbedaan budget antara RS type A dengan type B
dan C.
Tepatnya saya juga kurang paham, tapi
berdasarkan beberapa informasi, RS type A bisa gratis mendapatkan obat2 an
tertentu, yang harus dibayar sendiri jika kita cuci darahnya di RS type B dan
C
6.
Tidak tahu apakah ini perasaan saya saja atau
tidak (Ini subjektif tidak objektif).
Setiap transaksi di apotek atau kasir,
sepertinya pasien BPJS diperlakukan lebih lama dibanding pasien mandiri. Padahal
BPJS kan bukan gratisan, tapi sama dengan asuransi lain.